RSS

Festival Drama Basa Sunda XII diikuti 57 kelompok teater

10 Mar

 

Poster FDBS XIIFestival Drama Basa Sunda yang diselenggarakan Teater Sunda Kiwari, Bandung, tampaknya menjadi satu-satunya festival teater berbahasa daerah yang mampu bertahan dalam kurun waktu yang panjang di negeri ini. Bahkan dengan catatan, acara ini digelar tanpa kepedulian pemerintah.

Festival Drama Basa Sunda (FDBS) ini sudah berlangsung sejak tahun 1990, dan tahun ini adalah penyelenggaraan yang ke-12. Dilangsungkan sejak Senin (12/3) hingga Jumat (30/3) mendatang, di Gedung Kesenian Rumentang Siang, Jl. Baranang Siang No. 1, Kosambi, Bandung. FDBS XII diikuti 56 kelompok teater dari 26 Kota dan Kabupaten se-Jabar, serta DKI Jakarta dan Banten.

Awalnya, FDBS dilaksanakan dua tahun sekali, dengan peserta yang terus meningkat jumlahnya. Tahun 2010 lalu, jumlah peserta mencapai 76 kelompok teater karena antara peserta umum dan pelajar disatukan, dan mulai 2011 lalu peserta dipisahkan dengan diselenggarakan FDBS tingkat pelajar yang diikuti 47 kelompok dan tahun ini khusus untuk peserta umum.

Dadi P. Danusubrata, Ketua Teater Sunda Kiwari mengatakan, penyelenggaraan FDBS dipisah untuk pelajar dan umum, selain karena ada permintaan dari peserta dan dewan juri, juga agar dalam FDBS ini persaingan peserta henteu ganjor, karena para pelajar harus bersaing dengan kelompok teater yang sudah senior. “Tapi tidak tertutup kemungkinan ada pelajar yang ikut dengan mengatasnamakan kelompok bukan sekolah di FDBS untuk kelompok umum ini,” ujar Dadi.

Tak pelak, FDBS ini telah menjadi hajat tahunan para awak teater dari berbagai daerah di Jawa Barat, Banten, dan Jakarta. Bahkan dalam penyelenggaraan sebelumnya, sempat ada peserta yang datang dari sebuah perguruan tinggi di Jogjakarta. Mereka berkompetisi dengan sehat, menghadirkan garapan panggung dalam lakon berbahasa Sunda. Banyak kalangan seniman dan budayawan Sunda yang mengganggap garapan FDBS ini sebagai suatu upaya mengakrabkan generasi muda pada Bahasa Sunda dengan cara yang kreatif.

“Festival ini akan terus diadakan untuk melestarikan bahasa Sunda di kalangan generasi muda,” ujar Moel Mge, penasehat teknis Teater Sunda Kiwari sekaligus kepala urusan persiapan pementasan di Gedung Kesenian Rumentang Siang, Selasa (6/3). Moel berharap, festival ini dapat menggambarkan kekayaan bahasa Sunda tiap daerah. Di samping itu juga menambah pengetahuan dan kosakata bahasa Sunda penonton yang sebagian besar adalah generasi muda.

Hal senada juga dikatakan oleh Dadi P. Danusubrata. “Teater merupakan salah satu media efektif dalam usaha melestarikan bahasa dan memperkenalkan budaya dimana para pemain secara otomatis mempelajari sejarah kebudayaan, tradisi, alat, dan jenis kesenian, serta hal lainnya,” terang Dadi.
FDBS ini sendiri, menurut Dadi, diselenggarakan dengan modal semangat, ditambah dengan sumbangan para donatur yang peduli pada keberlangsungan seni dan budaya Sunda. Pemerintah sendiri seperti menutup mata pada acara potensial ini. Pada penyelenggaraan sebelumnya, panitia harus selalu bergerilya mencari dana untuk membiayai festival ini, tanpa bantuan pemerintah. Baru pada penyelenggaraan FDBS XII ini, ada bantuan dari Gubernur, berupa uang penyelenggaraan sebesar Rp 44 juta serta uang pembinaan bagi pemenang.

Pada acara pembukaan FDBS XII Senin lalu, Gubernur sendiri yang dijadwalkan hadir, ternyata tidak bisa datang karena ada acara lain. “Ini menunjukan ketidakkonsistenan pemerintah yang katanya mendukung setiap kegiatan dan upaya pelestarian seni budaya, buktinya hanya sekedar untuk menghadiri saja tidak mampu,” ujar sastrawan Godi Suwarna, yang menjadi juri FDBS, mengomentari ketidakhadiran H. Ahmad Heryawan, Gubernur Jawa Barat.

Bagi Dadi, ketidakhadiran Gubernur tak dianggapnya masalah. “Karena sejak awal kami menyelenggarakan (FDBS) tujuannya, yakni idealisme menjaga keberlangsungan bahasa dan budaya (Sunda) melalui media teater. Teater Sunda Kiwari berikhtiar melakukan upaya pelestarian nilai-nilai kesundaan,” ujar Dadi.

Pada FDBS XII, para peserta memilih salah satu dari empat naskah yang disediakan panitia. Yakni, naskah “Satru” karya Nazarudin Azhar, “Pajaratan Cinta” karya Dhipa Galuh Purba, “Kawin Ucing” karya Arthur S. Nalan, dan “Nagara Angar” karya Dadan Sutisna. (E-14/KP/Prlm)***

 
 

Tag:

Tinggalkan komentar